Welcome to my Blogz... Sebelum membaca harap berdoa menurut agama dan kepercayaannya masing-masing dan sucikan hati... Steve Tansah Magishter Peacecesz Putune Eyang Suro 1989/2010/2011
Jumat, 04 September 2009
Pengetahuandan info tengtang Formalin
Dibanding desinfektan lain sehingga lebih dipilih untuk mengawetkan mayat. Bahan pengawet ini, menurut Kepala Pusat Penelitian Kimia LIPI, Dr. Leonardus Broto Kardono, sebetulnya berbentuk padat dengan sebutan formaldehida atau dalam istilah asingnya ditulis formaldehyde. Zat yang sebetulnya banyak memiliki nama lain berdasarkan senyawa campurannya inimemiliki senyawa CH2OH yang reaktif dan mudah mengikat air. Bila zat ini sudah bercampur dengan air barulah dia disebut formalin. Pengawet ini memiliki unsur aldehida yang bersifat mudah bereaksi dengan protein, karenanya ketika disiramkan ke makanan seperti tahu, formalin akan mengikat unsur protein mulai dari bagian permukaan tahu hingga terus meresap kebagian dalamnya. Dengan matinya protein setelah terikat unsur kimia dari formalin maka bila ditekan tahu terasa lebih kenyal . Selain itu protein yang telah mati tidak akan diserang bakteri pembusuk yang menghasilkan senyawa asam, Itulah sebabnya tahu atau makanan lainnya menjadi lebih awet.
Formaldehida membunuh bakteri dengan membuat jaringan dalam bakteri dehidrasi (kekurangan air), sehingga sel bakteri akan kering dan membentuk lapisan baru di permukaan. Artinya, formalin tidak saja membunuh bakteri, tetapi juga membentuk lapisan baru yang melindungi lapisan di bawahnya, supaya tahan terhadap serangan bakteri lain. Bidesinfektan lainnya mendeaktifasikan serangan bakteri dengan cara membunuh dan tidak bereaksi dengan bahan yang dilindungi, maka formaldehida akan bereaksi secara kimiawi dan tetap ada di dalam materi tersebut untuk melindungi dari serangan berikutnya. Melihat sifatnya, formalin juga sudah tentu akan menyerang protein yang banyak terdapat di dalam tubuh manusia seperti pada lambung. Terlebih, bila formalin yang masuk ke tubuh itu memilik dosis tinggi. Masalahnya, sebagai bahan yang digunakan hanya untuk mengawetkan makanan, dosis formalin yang digunakan pun akan rendah. Sehingga efek samping dari mengkonsumsi makanan berformalin tidak akan dirasakan langsung oleh konsumen.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah berapa lama bahan pengawet ini berada di dalam tubuh baru kemudian menimbulkan efek yang dikuatirkan? Pertanyaan ini tentu sangat sulit untuk dijawab. Alasannya, tidak boleh menjadikan manusia sebagai medium percobaan dan tidak perlu lagi ada penelitian, jika sudah diketahui bahwa formalin memiliki senyawa kimia yang pasti akan merusak organ tubuh manusia dan metabolisme di dalamnya. Banyak pihak mengingatkan formalin juga memiliki sifat karsinogen atau dapat menyebabkan kanker.Tetapi kemunculan kanker akibat bahan berbahaya ini dengan kanker dari penyebab yang lain hampir sulit dibedakan, keduanya membutuhkan waktu panjang untuk menyerang tubuh manusia. Memang, mudah sekali untuk mengetahui apakah tubuh seseorang telah menyerap formalin, yaitu dengan reaksi asam basa. Tetapi, seperti yang terjadiselama ini, tidak pernah ditemukan korban jiwa penyakit kanker yang dipastikan akibat telah lama mengkonsumsi makanan berformalin. Berbagai Produk Keberadaan formaldehida sendiri ada dalam berbagai macam produk. Formaldehida juga ditemukan pada asap rokok dan udara yang tercemar asap kendaraan bermotor. Selain itu bias didapat juga pada produk-produk termasuk antiseptik, obat, cairan pencuci piring, pelembut cucian, perawatan sepatu, pembersih karpet dan bahan adhesif. Formaldehida juga ada dalam kayu lapis terutama bila masih baru. Kadar formaldehida akan turun seiring berjalannya waktu. Jika seseorang membeli furnitur baru, sebaiknya selalu membuka jendela untuk menurunkan kadar formaldehida dalam ruangan. Formaldehida secara natural sudah ada dalam bahan makanan mentah dalam kisaran 1 mg per kg hingga 90 mg per kg. Selain dikenal sebagai formalin, nama dagang formaldehida sendiri sangat beragam, diantaranya : ivalon, quaternium-15, lysoform, formalith, BVF, metylene oxide, morbicid, formol, superlsoform dan lain-lain. Quaternium-15 ditemukan di hampir semua jenis produk perawatan. Jangan heran bila formalin merupakan bahan yang biasa dipakai antara lain dalam shampo bayi, deodoran, parfum, cat rambut, cairan penyegar mulut, pasta gigi. Sekarang, sejauh mana kadar toleransi pemakaian bahan kimia untuk berbagai produk, terutama produk kebutuhan rumah tangga? Suatu bahan kimia dikatakan beracun bila berada di atas ambang batas yang diperbolehkan. American Conference of Govermental and Industrial Hygienists (ACGIH) menetapkan ambang batas (Threshould Limit Value/TLV) untuk formaldehida adalah 0,4 ppm. Sementara National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) merekomendasikan paparan limit untuk para pekerja adalah 0,016 ppm selama periode 8 jam, sedangkan untuk 15 menit 0,1 ppm.
Dalam International Programme on Chemical Safety (IPCS) disebutkan bahwa batas toleransi formaldehida yang dapat diterima tubuh dalam bentuk air minum adalah 0,1 mg per liter atau dalam satu hari asupan yang dibolehkan adalah 0.2 mg. Sementara formalin yang boleh masuk ke tubuh dalam bentuk makanan untuk orang dewasa adalah 1,5 mg hingga 14 mg per hari. Hampir semua jaringan di tubuh mempunyai kemampuan untuk memecah dan memetabolisme formaldehida. Salah satunya membentuk asam format dan dikeluarkan melalui urine. Formaldehida dapat dikeluarkan sebagai CO2 dari dalam tubuh. Tubuh juga diperkirakan bias memetabolisme formaldehida bereaksi dengan DNA atau protein untuk membentuk molekul yang lebih besar sebagai bahan tambahan DNA atau protein tubuh. Formaldehida tidak disimpan dalam jaringan lemak. NIOSH menyatakan formaldehida berbahaya bagi kesehatan pada kadar 20 ppm. Sedangkan dalam Material Safety Data Sheet (MSDS), formaldehida dicurigai bersifat kanker.
Kamis, 03 September 2009
Teknik Penyimpanan dan Pemeliharaan Mikroba part 1
Indonesia yang terletak di daerah tropik merupakan sumber biodiversitas yang luas, termasuk mikrobanya, baik yang merugikan maupun yang berguna bagi pertanian. Mikroba tersebut, di samping beragam jenisnya juga sangat mudah mengalami perubahan sifat sehingga menjadi strain baru yang berbeda dengan aslinya. Hal ini menambah cepat tumbuh dan berkembangnya biodiversitas tersebut. Dalam melaksanakan kegiatan ilmiahnya, para pakar mikrobiologi dan pakar ilmu yang terkait seperti pakar fitopatologi dan entomologi perlu mempunyai koleksi plasma nutfah mikroba, baik untuk digunakan sehari-hari, untuk jangka mene-ngah, maupun jangka panjang. Oleh karena itu, perlu melakukan koleksi, menyimpan, dan memeli-hara mikroba dengan baik. Para ilmuwan tersebut perlu memiliki metode pembuatan dan penyimpanan koleksi (preservasi) yang sesuai untuk menjaga agar biakan mikroba tetap hidup, ciri-ciri genetiknya tetap stabil dan tidak berubah, serta hemat biaya dan tenaga. Metode yang dipilih sangat tergantung pada sifat mikroba dan tujuan preservasi. Sifat mikroba tercermin dalam (1) ciri-ciri morfologi mikroba yang beragam (virus, bakteri, jamur, nematoda, algae, khamir, dan protozoa), (2) ciri-ciri fisiologi dan biokimia mikroba, dan (3) kemampuan mikroba bertahan hidup baik dalam lingkungan alaminya maupun lingkungan buatan. Tujuan koleksi dan preservasi meliputi tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Preservasi jangka pendek dilakukan untuk keperluan rutin penelitian yang disesuaikan dengan kegiatan program atau proyek tertentu. Preservasi jangka panjang dilakukan dalam kaitannya dengan koleksi dan konservasi plasma nutfah mikroba, sehingga apabila suatu saat diperlukan, dapat diperoleh kembali atau dalam keadaan tersedia. Dalam kaitannya dengan pemanfaatan koleksi mikroba, tujuan koleksi dan preservasi mikroba dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu untuk keperluan (1) pribadi atau lembaga non-komersial dan (2) lembaga dan swasta komersial.
Keberhasilan pembuatan koleksi plasma nutfah mikroba tergantung pada tiga faktor, yaitu (1) penguasaan teknologi, (2) ketersediaan fasilitas preservasi, dan (3) ketersediaan tenaga terampil, tekun, dan rutin. Penentuan teknik penyimpanan atau pengawetan mikroba memerlukan penelitian yang rumit, jangka waktu lama, dan pemantauan, serta dana yang besar. Hal ini berkaitan dengan tujuan utama preservasi, yaitu (1) mereduksi atau mengurangi laju metabolisme dari mikroorganisme hingga sekecil mungkin dengan tetap memperta-hankan viabilitas (daya hidupnya) dan (2) memelihara sebaik mungkin biakan, sehingga diperoleh angka perolehan (recovery) dan kehidupan (survival) yang tinggi dengan perubahan ciri-ciri yang minimum. Namun demikian, saat ini berbagai teknik preservasi untuk berbagai mikroba telah tersedia dalam berbagai buku acuan, sehingga penggunanya tinggal mengadopsi teknologi tersebut sesuai dengan kebutuhannya.
Penyimpanan jangka pendek mikroba dilakukan dengan memindahkan secara berkala jangka pendek misalnya sebulan sekali dari media lama ke media baru. Teknik ini memerlukan waktu dan tenaga yang banyak. Beberapa teknik penyimpanan sederhana yang efektif untuk penyimpanan isolat jangka pendek atau menengah, dan biasanya tidak sesuai untuk penyimpanan jangka panjang. Di antara teknik tersebut ialah penyimpanan dalam minyak mineral, parafin cair, tanah steril, air steril, manik-manik porselin, lempengan gelatin, dan P2O5 dalam keadaan vakum. Walaupun tidak digunakan secara luas, teknik tersebut hanya memerlukan peralatan yang sederhana dan mudah diperoleh, sehingga dapat bermanfaat bagi lembaga yang belum memiliki peralatan canggih (Skerman, 1973).
Metode penyimpanan jangka panjang yang paling efektif dan banyak dilakukan ialah metode liofilisasi atau kering beku (liophylization atau freeze drying) dan kriopreservasi (cryopreservation atau cryogenic preservation) (Clark, 1976; Ashwood Smith dan Farrant, 1980). Kedua teknik tersebut dilaporkan paling berhasil untuk penyimpanan jangka panjang berbagai mikroba. Kendala utamanya adalah tidak semua laboratorium mempunyai peralatan tersebut.
Tahapan dalam pembuatan koleksi dan preservasi plasma nutfah mikroba pada dasarnya sama, yaitu meliputi koleksi contoh mikroba, isolasi (pemurnian), dan karakterisasi isolat, preservasi, pemeliharaan dan pembuatan bank data. Pembuatan koleksi plasma nutfah mikroba di lingkup Badan Litbang Pertanian sudah dimulai dengan koordinasi Dr. Sukardi dari Balai Penelitian Veteriner (Balitvet), Bogor. Pembuatan koleksi mikroba skala lebih terbatas perlu dilakukan guna meningkatkan kelancaran pelaksanaan dan mempermudah pengelolaannya. Berdasarkan pertimbangan tersebut perlu dibuat koleksi mikroba di lingkup Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (Puslitbangtan), khususnya mikroba yang merugikan dan bermanfaat bagi peningkatan produksi tanaman pangan.
TEKNIK PENYIMPANAN DAN PEMELIHARAAN
Peremajaan Berkala
Peremajaan dengan cara memindahkan atau memperbarui biakan mikroba dari biakan lama ke medium tumbuh yang baru secara berkala, misalnya sebulan atau dua bulan sekali. Teknik ini meru-pakan cara paling tradisional yang digunakan peneliti untuk memelihara koleksi isolat mikroba di laboratorium. Cara ini juga digunakan untuk penyimpanan dan pemeliharaan isolat mikroba yang belum diketahui cara penyimpanan jangka panjangnya.
Peremajaan berkala tidak dianjurkan untuk penyimpanan jangka panjang. Teknik ini mempunyai berbagai kendala, di antaranya (1) kemungkinan terjadi perubahan genetik melalui seleksi varian, (2) peluang terjadinya kontaminasi, dan (3) terjadi kekeliruan pemberian label. Kendala tersebut memberi peluang yang lebih besar terjadinya kehilangan isolat dibandingkan dengan teknik lain. Meskipun demikian, banyak bakteri dan jamur yang dapat bertahan hidup dalam tabung agar miring yang tertutup rapat hingga sepuluh tahun atau lebih, baik di dalam suhu ruang maupun di kulkas.